RAK BUKU PEMBERIAN AYAH
Oleh Siti Wulandari
Rahma sangat senang sekali membaca
buku. Terutama membaca sebuah novel. Rahma sangat menyukai novel yang bergenre
romantis dan komedi. Tidak heran jika banyak buku yang berserakan dikamar
indahnya itu. Dari mulai buku tentang teknologi, ekonomi, religi, bahasa asing
hingga novel ia miliki.
Untuk membeli buku tersebut, Rahma
harus menyisihkan uang jajannya selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan.
Karena uang jajannya tidak sebanyak teman-temannya. Tetapi, Rahma tidak pernah
mengeluh apalagi meminta tambahan uang jajan kepada orang tuanya. Rahma sangat memahami kondisi ekonomi
keluarganya.
Ayahnya hanyalah seorang kuli
bangunan yang gajinya pun tidak menentu. Terkadang gajinya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah Rahma. Rahma pun rela jika ia
tidak diberi uang jajan oleh orang tuanya. Namun orang tuanya selalu berusaha
untuk memberikan uang jajan setiap hari.
Setiap uangnya terkumpul cukup
banyak, Rahma selalu pergi ke toko buku untuk membeli buku yang ia inginkan.
Dari hobinya itulah ia memiliki wawasan yang luas dan ia juga selalu
berprestasi di sekolahnya. Karena prestasinya itu, ia mendapat beasiswa berupa
bebas biaya SPP selama satu tahun.
Mendengar kabar tersebut, orang
tuanya sangat bahagia dan bangga memiliki anak seperti Rahma. Semakin kesini,
kamar Rahma seperti kapal pecah. Banyak buku yang berserakan. Penyimpanannya
pun tak beraturan. Dengan terpaksa, Rahma meminta rak buku kepada ayahnya.
Rahma berharap ayahnya dapat memberikan rak buku secepatnya. Tetapi, Rahma
tidak bisa memaksakan kehendak itu. Apapun yang terjadi Rahma harus mecobanya.
Rahma menghampiri ayahnya yang tengah duduk di ruang tamu.
“Ayah, ada yang mau Rahma bicarakan
dengan ayah.” Ujar Rahma gugup.
“Silahkan. Memangnya Rahma mau
membicarakan apa dengan ayah?” Tanya ayah lembut.
“Begini ayah, buku yang ada di kamar
Rahma jumlahnya semakin banyak. Oleh karena itu, Rahma menginginkan rak buku
untuk menaruh semua buku Rahma agar tertata dengan rapi.” Pinta Rahma kepada
ayahnya.
“Baiklah kalau itu yang Rahma
inginkan. Nanti ayah akan buatkan rak buku untuk Rahma, ya? Tapi, tidak apa kan
kalau ayah membuat rak bukunya dengan memanfaatkan kayu bekas yang ada di
tempat kerja ayah?” Tanya ayah.
“Tidak apa ayah. Ayah mau membuatkan
rak buku untukku saja, Rahma sudah bahagia. Terima kasih ayah.” Jawabnya
tersenyum.
Hari telah berganti. Saatnya Rahma
memulai aktivitasnya sebagai seorang pelajar. Rahma berjalan ke sekolah
ditemani bunga-bunga beterbangan disekitarnya. Rahma sangat semangat menjalani
hari-harinya. Karena suatu saat nanti Rahma akan mempunyai rak buku yang ia
idam-idamkan sejak lama. Ditambah lagi rak buku tersebut dibuat oleh tangan
ayahnya sendiri dengan penuh rasa kasih dan sayangnya. Rahma tidak sabar
menunggu hal itu terjadi.
Saking bahagianya, Rahma tidak sadar
ia telah sampai di sekolahnya. Rahmapun mengikuti pelajaran dengan baik.
Mentari tepat di atas kepala. Siang yang terik sekali. Bel pulang berbunyi.
Rahma segera membereskan dan merapikan buku pelajaran yang berserakan di atas
mejanya. Setelah itu, Rahma beranjak pulang meninggalkan sekolahnya.
Begitu sampai di depan rumah, Rahma
merasa heran karena banyak tetangga yang berkunjung ke rumahnya. Dengan rasa
penasaran yang tinggi, Rahma segera berlari dan masuk ke dalam rumahnya.
Pandangan semua orang yang ada di dalam rumah pun langsung tertuju kepadanya.
Mereka semua melihat Rahma dengan penuh rasa iba. Rahma semakin heran karena ia
tidak melihat ibunya sama sekali. Ia pun bertanya kepada salah seorang
tetangganya mengenai keberadaan ibunya.
“Maaf Bu, apakah Ibu melihat ibu
saya?” Tanya Rahma.
“Ibu Rahma ada di ruang keluarga.”
Jawab salah seorang tetangganya.
“Terima kasih, Bu.” Sahut Rahma
“Iya, sama-sama Rahma.” Jawabnya.
Rahma bergegas menuju ruang
keluarga. Benar saja ibunya sedang ada disana. Ibunya sedang menangis
tersedu-sedu. Secara perlahan, Rahma menghampiri sang ibu. Ibunya mencoba
tersenyum kepada Rahma. Begitupun sebaliknya, Rahma membalas senyuman sang
ibundanya.
“Kamu sudah pulang, Nak?” Tanya ibu
berusaha menghentikan tangisannya.
“Iya, Rahma sudah pulang Bu, baru
saja.” Jawabku tersenyum.
“Ibu, kenapa ibu menangis?” Sambung
Rahma.
“Ibu hanya ingin menangis saja.”
Jawab ibu tenang.
“Lalu yang ada dihadapan kita ini
jenazah siapa, Bu?” Tanya Rahma lembut dan menahan air mata.
Perasaan Rahma mulai tidak enak.
“I.. ini jenazah ayah kamu,
Rahma.”Jawab ibu meneteskan air mata.
Seketika Rahma terdiam seribu bahasa
dan air mata mengalir deras. Rahma tidak percaya dengan apa yang baru saja
dikatakan oleh ibunya.
“Ibu bohongkan sama Rahma? Ini bukan
jenazah ayah kan, Bu? Sekarang ayah lagi kerja kan, Bu?” Tanya Rahma
menggoyang-goyangkan tubuh ibunya.
“Ibu tidak bohong, Nak. Ini jennazah
ayahmu.” Jawab Ibu.
“Ibu, apa yang terjadi dengan ayah?”
Tanya Rahma dengan air mata yang tak dapat dibendung lagi.
“Ayah mengalami kecelakaan kerja.
Saat itu, ayah sedang membuat rak buku yang kamu inginkan, Rahma. Saking
semangatnya, ayahmu tidak melihat ada material yang sedang menggantung
diatasnya. Tidak lama, material itu jatuh tepat dimana ayahmu sedang membuat
rak buku itu. Teman-teman ayahmu panik dan mereka segera membawanya ke rumah
sakit terdekat. Namun sayang, nyawa ayah tidak bisa ditolong lagi. Karena luka bagian
kepalanya sangat parah. Itulah kronologis kejadian yang disampaikan rekan kerja
ayah kepada ibu.” Jelas ibu.
Mendengar penjelasan itu, hati Rahma
semakin hancur. Karena permintaannya itu, membuat nyawa ayahnya melayang. Rahma
menyesal meminta rak buku kepada ayahnya kalau kejadiannya akan seperti ini.
Rahma terus menyalahkan dirinya atas meninggalnya sang ayah. Tak henti-hentinya
Rahma menangis meminta maaf kepada ayahnya yang terpujur kaku. Ibunya berusaha
menenangkan putrinya.
“Ibu, maafkan Rahma, Bu? Gara-gara
Rahma, ayah jadi meninggal. Rahma sangat menyesal, Bu.” Sahut Rahma menangis
terisak-isak.
“Hush. Jangan berbicara seperti itu
Rahma. Ini sudah menjadi kehendak Yang Mahay Kuasa. Jadi, Rahma jangan
menyalahkan diri Rahma terus ya?” Jawab ibu menguatkanku.
Rahma hanya bisa mengangguk. Tidak
bisa berkata apa-apa lagi. Rahma berusaha untuk tersenyum disela kesedihannya.
Kabut hitam menghiasi hati Rahma.
Hari ini adalah hari dimana ayahnya akan dimakamkan di TPU terdekat. Air
matanya terus mengalir membasahi pipinya. Begitupun dengan ibunya. Setelah
prosesi pemakaman ayahnya selesai, Rahma dan ibunya pulang ke rumah.
“Rahma, rak buku yang kamu inginkan
sekarang sudah ada dikamarmu. Semoga kamu senang ya nak. Itu adalah pemberian
ayahmu. Jaga baik-baik ya, Rahma?” Pinta Ibu menahan tangisannya dan berusaha
untuk senyum kepada Rahma.
“Iya, Bu. Rahma janji, Rahma akan
menjaga rak buku itu. Ini adalah pemberian terakhir ayah untukku.” Jawab Rahma
dengan mata yang berkaca-kaca.
Rahma segera pergi ke kamarnya.
Rahma sangat terharu melihat rak buku karya ayahnya itu diletakkan disebelah
meja belajarnya. Di rak buku tersebut, Rahma menemukan sepucuk surat.
Dibawah pohon rindang, Rahma membuka
lipatan surat yang berisipesan dari ayahnya.
Untuk Anakku Tercinta Rahma
Rahma, bagaimana rak buku yang
telah ayah buat?
Apakah kamu menyukainya?
Ayah harap kamu menyukainya. Kamu
tahu tidak? Ayah membuatnya dengan penuh cinta kasih dan semangat yang tinggi.
Ayah sangat bersyukur mempunyai anak sepertimu, Rahma. Mudah-mudahna buku yang
ada dikamarmu dapat tertata rapi dalam rak buku yang telah ayah buat. Semoga
dengan adanya rak buku ini, kamu semakin semakin semangat belajar, dapat
mempertahankan prestasimu. Ayah berharap jika kamu dewasa kelak, kamu menjadi anak
yang salehah dan menjadi orang yang berguna bagi banyak orang.
Ayah sayang Rahma.
Ayah
Rahma meneteskan air mata haru.
Perih karena kehilangan masih saja terasa walau Rahma mencoba untuk
melupakannya. Kabut hitam itu masih saja terasa. Tapi, pagi sudah hadir
menemani, mentaripun harus terbit.
Demi ayah, akan kujauhkan duka dan
tegar dalam menghadapi dunia. Aku harus bisa menjadi anak yang salehah dan
berguna bagi banyak orang seperti harapan ayah.
Rahma menjalankan rutinitas seperti
biasa dan mencoba melupakan semua yang telah terjadi serta membuka lembaran
hidup yang baru bersama ibunya.
I’M SURE I CAN DO THAT!!!
THE END
0 komentar:
Posting Komentar